Langkah yang Membantu untuk Muhasabah
Di tengah hiruk-pikuknya kehidupan yang terus bergerak cepat dan kesibukan yang tiada henti, seringkali kita lupa untuk sejenak berhenti, merenung, dan mengevaluasi diri. Inilah yang disebut dengan muhasabah, sebuah proses introspeksi yang memberikan kesempatan bagi kita untuk menilai tindakan, niat, dan perjalanan hidup kita.
Muhasabah berarti menatap kembali setiap amalan, meninggalkan segala keburukan yang pernah dilakukan, dan mempertahankan setiap kebaikan yang telah kita tanamkan, agar langkah kita selalu tertuju pada kebaikan. Sebagaimana perkataan Syekh Shalih Al-Munajjid hafizhahullah,
“Muhasabah bermakna memperhatikan amalan diri, kemudian meninggalkannya apabila itu berupa kejelekan dan tetap terus mempertahankan amal kebaikan yang telah dilakukan.” (A’malul Qulub, hal. 362)
Muhasabah merupakan ibadah yang sangat mulia dan memberikan dampak yang besar dalam kehidupan seseorang, bahkan merupakan salah satu ibadah yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala, sebagaimana dalam firman-Nya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah. Hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok. Bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga memerintahkan agar kita senantiasa bermuhasabah,
الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ، وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ
“Orang cerdas adalah orang yang menundukkan jiwanya dan beramal untuk menghadapi kehidupan setelah kematian.” (HR. Tirmidzi)
Para ulama telah sepakat mengenai wajibnya muhasabah diri terhadap amal yang telah lalu dan amal apa yang akan dilakukan nantinya. (Lihat A’malul Qulub, hal. 363-364)
Ada beberapa hal yang bisa membantu kita untuk melakukan muhasabah sebagai berikut:
Pertama, mengenal Allah Ta’ala
Di antara hal yang dapat membantu seseorang untuk bermuhasabah adalah ia merasa senantiasa diawasi oleh Allah Ta’ala, dan ia senantiasa sadar bahwa Allah Ta’ala mengetahui hal-hal yang tersembunyi dari-Nya. Tiada satupun yang luput dari pengawasan Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِۦ نَفْسُهُۥ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ ٱلْوَرِيدِ
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaf: 6)
Dalam ayat yang lain,
وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِىٓ أَنفُسِكُمْ فَٱحْذَرُوهُ ۚ
“Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu, maka takutlah kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 235)
Dengan mengenal Allah, juga mengajarkan kita tentang sifat-sifat-Nya yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Maha Adil dan Maha Bijaksana. Allah memiliki banyak nama yang indah, yang mencerminkan sifat-sifat-Nya yang sempurna. Merenungi makna dari setiap nama-Nya, mentadaburi maksud dari setiap firman-Nya dan memikirkan hikmah dari setiap ciptaan-Nya bisa membantu kita dalam bermuhasabah kepada-Nya.
Kedua, mengetahui bahwa muhasabah di dunia dapat meringankan hisab di akhirat
Di dunia, kita masih diberi kesempatan untuk menghisab diri dan memperbaiki amalan yang kita lakukan. Ketika seseorang terbiasa melakukan muhasabah di dunia, maka menjadikannya lebih siap untuk menghadapi hisab di akhirat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا، وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ
“Orang yang pandai (berakal) adalah yang mengevaluasi dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah (imannya) adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah (bahwa Allah akan mengampuninya.” (HR. At-Tirmidzi, no. 2459 dengan sanad hasan. Lihat Riyadush Shalihin, Bab Muraqabah, hadis ke-66)
Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata,
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَزِنُوها قَبْلَ أَنْ تُوزَنُوا، وَتَأهَّبُوا لِلْعَرْضِ الْأَكْبَرِ
“Hendaklah kalian menghisab diri kalian sebelum kalian dihisab, dan hendaklah kalian menimbang diri kalian sebelum kalian ditimbang, dan bersiap-siaplah untuk hari besar ditampakkannya amal.” (HR. At-Tirmidzi dalam Shifatul Qiyamah, disebutkan oleh Imam Ahmad dalam kitab Zuhud-nya dan Ibnul Qayyim dalam Madarijus Salikin, 1: 319)
Baca juga: Sediakan Waktu untuk Muhasabah An-Nafs (Introspeksi dan Evaluasi Diri)
Ketiga, merenungkan berbagai pertanyaan di akhirat kelak
Allah Ta’ala berfirman,
لَا يُسْـَٔلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْـَٔلُونَ
“Dia (Allah) tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah (manusia) yang akan ditanyai (tentang perbuatan yang telah mereka lakukan).” (QS. Al-Anbiya’: 23)
Hari kiamat adalah hari dimana semua manusia akan dimintai pertanggungjawaban. Saat itu akan dilemparkan berbagai pertanyaan tentang semua amalan yang telah ia kerjakan di dunia. Setiap detik, setiap langkah, setiap perbuatan kita adalah bagian dari perjalanan yang akan dipertanggungjawabkan nanti.
Ketika kita memikirkan dan merenungkan akan adanya persidangan di hadapan Allah tersebut, membuat kita untuk lebih terdorong melakukan muhasabah atas amalan yang telah dilakukan.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ أُو۟لَٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًا
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan ditanya (diminta pertanggungjawaban).” (QS. Al-Isra’: 36)
Kita juga akan ditanya tentang berbagai kenikmatan yang telah diberikan oleh Allah Ta’ala, sebagaimana firman-Nya,
ثُمَّ لَتُسْـَٔلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ ٱلنَّعِيمِ
“Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang berbagai kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” (QS. At-Takatsur: 8)
Bahkan, orang-orang yang menyampaikan kebenaran, seperti para Nabi dan Rasul, juga akan ditanya tentang perbuatannya,
لِّيَسْـَٔلَ ٱلصَّٰدِقِينَ عَن صِدْقِهِمْ ۚ
“Agar Dia menanyakan kepada orang-orang yang benar tentang kebenaran mereka.” (QS. Al-Ahzab: 8)
Dalam ayat yang lain,
فَلَنَسْـَٔلَنَّ ٱلَّذِينَ أُرْسِلَ إِلَيْهِمْ وَلَنَسْـَٔلَنَّ ٱلْمُرْسَلِينَ
“Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus rasul-rasul kepada mereka dan sesungguhnya Kami akan menanyai (pula) rasul-rasul (Kami).” (QS. Al-A’raf: 6)
Jika orang yang benar dan menyampaikan kebenaran (nabi dan rasul) juga orang-orang yang membenarkannya (pengikut nabi dan rasul) saja akan dimintai pertanggungjawaban atasnya, apalagi orang yang menyimpang dari kebenaran dan mengajarkan penyimpangannya?
Keempat, mengingat balasan yang telah disiapkan Allah
Allah yang Maha Adil telah menyiapkan balasan yang sempurna bagi setiap hamba-Nya. Dalam Al-Qur’an, Allah menjanjikan surga yang penuh kenikmatan bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa, serta neraka dan siksa yang hina bagi mereka yang durhaka.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَن يَعْمَلْ مِنَ ٱلصَّٰلِحَٰتِ مِن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُو۟لَٰٓئِكَ يَدْخُلُونَ ٱلْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا
“Bagi siapa saja yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan, sedang mereka beriman, mereka akan masuk ke dalam surga dan mereka tidak akan dizalimi sedikit pun.” (QS. An-Nisa: 124)
Dalam ayat yang lain,
وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَأُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ
“Dan orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, maka bagi mereka azab yang menghinakan.” (QS. Al-Hajj: 57)
Ketika kita merasa lelah dalam beribadah atau berbuat baik, ingatlah bahwa segala usaha kita tidak akan sia-sia. Balasan dari Allah tidak hanya berupa materi duniawi, tetapi juga kenikmatan abadi di akhirat nanti. Sebaliknya, tatkala kita hendak melakukan dosa dan maksiat, ingatlah bahwasanya setiap langkah menuju maksiat dan dosa adalah langkah yang dapat menjauhkan kita dari rahmat dan surga-Nya, bahkan menjadikan kita mendapatkan azab-Nya.
Di sinilah muhasabah menjadi sangat penting. Dengan bermuhasabah, kita bisa lebih menyadari bahwa setiap perbuatan kita, baik atau buruk, akan mendapatkan balasan dari Allah yang Maha Adil, Maha Bijaksana.
Penghujung
Di dalam muhasabah, ada kelembutan dan penerimaan akan kekurangan diri dan keberanian untuk menghadapi ketidaksempurnaan. Ia mengajarkan kita untuk tetap memberikan ruang perbaikan. Melalui muhasabah, kita belajar bahwa perubahan bukanlah sesuatu yang instan, melainkan sebuah perjalanan yang membutuhkan kesabaran dan usaha yang berkelanjutan.
Semoga kita senantiasa dimudahkan dan diberikan taufik untuk bermuhasabah kepada-Nya.
Baca juga: Menghukum Diri dengan Muhasabah
***
Penulis: Arif Muhammad N
Artikel Muslim.or.id
Referensi:
A’malul Qulub, karya Syekh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafizhahullah, hal. 380
Artikel asli: https://muslim.or.id/104003-langkah-yang-membantu-untuk-muhasabah.html